Perih

image

Yaa tidak mengapa. Mungkin itu sudah jadi pilihanmu. Untuk tidak aku lagi. Aku tidak apa-apa. Memang sudah kau tunjukkan. Yaa aku tahu. Paham sekali. Baiklah kalau yang kau inginkan adalah seperti yang kau tunjukkan. Padahal… untuk tidak kepada orang lain pun aku karena kau. Berikan aku ketenangan sesaat sebelum kau benar-benar yakin untuk menjauh. Selamanya. Hmmm ya namanya juga hidup. Kita tak tahu beberapa detik mendatang masihkah kita saling rasakan? Sakit memang. Tapi tak apalah. Mungkin memang itu yang pantas aku dapatkan. Kau bukan kau yang aku kenal dulu. Atau mungkin aku salah mengenal? Kau bukan kau yang aku harapkan dulu. Atau mungkin aku salah berharap? banyak berharap sepertinya. Aku boleh cemburu dengan tidak menampakkannya padamu? Karena aku yakin. Dan aku terlalu yakin padahal kau tak yakin aku? Sulit. Kita bukan kita yang dulu saling menginginkan. Lalu apa yang kita inginkan? Aku ikut saja caramu bermain. Yang kau mainkan adalah ini. Hati. Hatiku.Perih.

~Kau atau Aku~

Tidak Mengerti

Tidak mengganggu pun aku memusingkan. Aku tarik nafas dan aku fikir itu percuma. Saling menikmati kehidupan masing-masing mungkin akan lebih baik. Kau sibuk dengan duniamu. Apa lagi aku? Sibuk untuk tidak terpikir tentang kau. Berbanding terbalik. Aku tidak tahu. Tidak mengarti.

~Kau~

Kau Bermimpi

image

Berlari-lari kecil menuju tempat persembunyianmu. Waktu coba mengejar dan terus mengejar tanpa kau tahu sudah beberapa langkah lagi ia melewatimu. Kau lihat arah waktu, kau membalikkan badanmu. Ia berusaha menabrakmu agar kau jatuh ke tanah hingga kau tidak berdaya. Sekuat tenaga kau berusaha untuk lalu berdiri. Kau memasang kuda-kudamu untuk kembali berlari. Tidak berlari-lari kecil lagi. Kau melihat bayangan seseorang dari kejauhan. Berusaha menyambut kedatanganmu dengan senyumnya. Berusaha menyemangatimu dari ujung jalan sejauh matamu memandang. Berdiri tepat didepan pintu itu dengan senyumnya. Membuka tangannya dengan lebar seolah berbicara padamu. Kemarilah! Dekap aku! Kau terus berlari. Gontay. Beberapa langkah lagi kau sampai. Semangat terakhirmu. Kau lari sekuat tenaga. Kau buka tanganmu lalu mendekap. Lalu langit memutih. Bumi memutih. Kau bermimpi.

~Kau~

Tidak Senada

Mencoba memadukan nada pada petikan gitar saat pikiranmu bercabang adalah hal yang sia-sia. Kau tidak berusaha masuk ke dalam alur cerita pada suatu nada. Kau berusaha mengharmonisasikannya tapi tidak kau resapi. Apa yang kau pikirkan? Sedang kau malah sibuk memikirkan duniamu saja. Bahkan kau tidak mendengarkan kata hatimu. Bukankah malam yang selalu kau tunggu akan datang? Tapi malam tidak membuatmu lebih baik. Berusaha tutup matapun kau masih tetap terjaga. Kau susun ulang bongkahan balok pada pikiranmu. Tetap tak tertata dengan baik. Tetap tidak bisa bersahabat dengan malam beserta langit gelapnya. Tapi kau berusaha menikmati angin sejuknya walau menusuk ke tulang. Pikiranmu yang bercabang? Atau hatimu yang tidak sejalan. Tidak senada.

~Kau~

Melekat

image

Apa yang hari katakan padamu tentang kejadian-kejadian yang timbul hari ini? Aku lelah menyaksikan diriku sendiri berpindah di atas muka bumi ini untuk sekedar membuat aku sibuk. Atau aku berusaha menyibukkan diri untuk sekedar mengalihkan perhatianku pada kegiatan di depan mataku. Kemudian isi otakku yang memanggil untuk berusaha menyadariku. Karena mengeluarkan kamu dari isi pikiranku aku tidak mampu. Dan kadang aku terlalu takut untuk pejamkan mata. Karena bayang itu akan ada. Melekat.

Aku Hanya Sok Tahu

image

Mungkin sekecil apapun tentang aku, kau tahu. Aku berusaha memahamimu, kau tahu. Detail jajaran pohon pinus yang sekarang berada di depanmu pun kau tahu. Kau juga tahu di balik awan itu matahari sedang bersembunyi dengan semua kemenawanannya yang membuatku terus menatap kilauan indahnya. Aku tahu. Aku tahu kebiasaanmu dipagi hari saat kau baru terjaga dan masih bisa terlelap untuk beberapa waktu. Meyakinkan dunia kalau kau baik-baik saja dan siap menantang matahari dengan kondisi tubuhmu yang bugar. Lalu disiang hari, saat kau manikmati harimu. Berpanas ria dengan keadaan yang membuatmu merindukan hujan. Sore haripun kau mampu menunggu matahari tenggelam dan kau lihat kilauan cahayanya hingga malam datang. Aku tahu persis saat kondisi tubuhmu tidak sejalan dengan keadaan yang menuntutmu untuk terus bisa berdiri. Aku tahu kau selalu kekurangan air di tubuhmu karna kau terlalu sulit untuk menenggak air putih. Bahkan aku tahu caramu mengeluh. Caramu menahan sakit. Dan caramu bersabar dengan keadaan. Caramu putus asa dengan semua keputusan. Dan aku selalu senang melihat caramu untuk terus bangkit dari semua keterpurukan. Caramu menyemangati dirimu sendiri. Caramu menyemangatiku. Caramu menyemangati orang lain. Dan aku tahu bagaimana caramu untuk menghargai. Aku tahu. Atau aku hanya sok tahu.

~Aku~

Apa Kabar?

Hai hujan. Kenapa terlalu cerah kau datang? Tidak usah mencoba untuk membohongi diri sendiri untuk tidak datang di atas permukaan bumi bagian manapun. Di pagi yang wangi ku hirup udaramu sebelum aku terjaga dengan baik. Apa kabarmu? Sudah lama kau tidak bermain-main denganku. Menitikkan buliran-buliran kecil yang lama-lama menderas. Sengaja membasahiku untuk sekedar mengerjaiku. Nakal. Lebih nakal lagi dengan membuatku menggigil. Mengerahkan semua tenagaku untuk berusaha tetap bisa hangat. Kau akan lebih nakal lagi. Kau selalu mengingatkan aku pada hujan karena kau hujan. Apa kabar?

~Aku~

Sebentuk Gubuk Tua

image

Kadang apa yang seseorang tulis bukanlah apa yang ia rasakan saat itu. Ataupun apa yang ia alami di masa itu. Terkadang mereka menulis karena ada yang bercerita tentang suatu hal. Yang membuat si penulis terbawa ke masa sulit yang seolah penulis berada pada kejadian itu. Lalu mereka tuangkan dalam bentuk karyanya. Seolah ia mengalami sakitnya masalah yang orang lain hadapi. Bagaimana mereka harus tercekik oleh pahitnya kehidupan, atau menggigil oleh pekat dan dinginnya malam. Kau tau apa maksudnya. Tidak lain adalah untuk kau pahami dan resapi. Kalau hidup tak seindah apa yang tampak. Dibalik itu semua ada kejanggalan. Ada batu. Ada kerikil. Dan ada berlian. Namun kadang serapih mungkin bisa tertutupi. Walaupun dengan sehelai kain usang. Sebentuk gubuk tua.

~Kau atau Aku~

Merpati Yang Malang

image

Ada seekor merpati kecil yang yang terbang mengelilingi sebuah sangkar indah yang ia temukan pada ranting pohon besar di pinggir danau. Terus mengelilinganya untuk memastikan bahwa sangkar itu tidak berpenghuni. Berusaha kembali memperbaiki sangkar tersebut dengan mencari-cari ranting yang pas untuk menutupi celah-celah kecil yang masih terlihat. Dihiasnya sangkar dengan menumpukkan jerami-jerami tua yang membuat ia hangat. Terus menyusunnya hingga terasa aman dan nyaman. Dan sore cerah merubah langit menjadi mendung bergemuruh petir dan menutupi bayangan matahari dengan segenap pantulan cahayanya. Merpati kecil itu menuju sangkar kecil tadi setelah ia pergi jauh berkelana menikmati hari. Seolah ingin mencari perlindungan dan mencari kehangatan. Ketika ia menuju sangkar tersebut, terjatuhlah sangkar itu lalu berserakan. Seolah enggan untuk ditempati. Enggan untuk dirawat. Merpati itu bukan kau, aku. Merpati yang malang.

~Kau~

Sekedar Lelah

image

Hujan di siang ini tidak lagi hadiah. Kau belum temukan alasan yang sebenarnya. Jujurpun tidak. Bertanyapun kau enggan. Bukankah menurutmu jujur itu indah? Kau yang selalu ajarkan. Apa yang hendak kau tunjukkan pada dunia maya? Tidak ada. Sedangkan mereka pasti memperhatikan. Untuk tidak kau sapapun aku tak apa. Untuk tidak kau pedulikanpun aku tetap khawatir. Hmmm atau mungkin ini harapanku saja. Sepertinya memang. Dan kau berkata tidak. Mungkin juga makna yang terkandung di dalam kata itu adalah “tidak untukku”. Apa kita berbanding terbalik? Karena sebenarnya kau ingin menuju ke puncak. Sedang aku berfikir untuk diam lalu berbalik arah. Pergilah. Aku tak apa. Mungkin kau merasakan. Sekedar lelah.

~Kau~